Kamis, 16 Juni 2011

Istana Alwatzikhoebillah di Sambas
Kabupaten Sambas


A. Selayang Pandang
Sejarah Istana Alwatzikhoebillah tidak terlepas dari sosok Sultan Tengah, seorang pangeran dari Kesultanan Brunei yang kemudian diangkat menjadi sultan di Kesultanan Serawak. Sejarah berawal ketika Sultan Tengah beserta rombongannya, setelah melakukan kunjungan persahabatan (muhibah) ke Kesultanan Johor, Malaysia, singgah di Kerajaan Matan, Tanjungpura. Di Matan, beliau disambut dengan hangat oleh raja Matan, Panembahan Giri Kusuma, yang di kemudian hari masuk Islam dan bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin (1631-1668). Sultan Tengah tertarik mendalami agama Islam pada Syekh Syamsuddin dari Mekah yang menyebarkan Islam di Matan. Tak lama kemudian, Sultan Tengah menikah dengan Ratu Surya Kusuma, adik Sultan Muhammad Syafiuddin.
Setelah beberapa lama tinggal di Matan, Sultan Tengah memboyong keluarganya ke Kota Bangun, yang berdekatan dengan Kota Lama, ibu kota Kerajaan Sambas. Di Kota Bangun ini, beliau melakukan dua hal penting yang kelak menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Sambas dan Istana Alwatzikhoebillah, yaitu menyebarkan agama Islam sampai ke Kota Lama dan menikahkan puteranya, Raden Sulaiman, dengan Mas Ayu Bungsu, puteri Ratu Sepudak dari Kerajaan Sambas. Konon, pada masa raja yang memiliki darah keturunan Majapaht inilah ibu kota Kerajaan Sambas dipindahkan dari Paloh ke Kota Lama.
Terbukti, strategi yang dijalankan Sultan Tengah tersebut berhasil, yaitu beralihnya Kerajaaan Sambas Hindu menjadi Kesultanan Islam dan diangkatnya Raden Sulaiman menjadi pembantu sultan (wazir). Namun karena sebuah fitnah, akhirnya Raden Sulaiman tersingkir dari Kota Lama dan kembali lagi ke Kota Bangun.
Setelah berhasil membangun Kota Bangun, bahkan lebih maju dari Kota Lama, keluarga Sultan Tengah yang dipimpin oleh Raden Sulaiman, memutuskan pindah ke Lubuk Madung, yang merupakan pertemuan Sungai Subah, Sungai Sambas Kecil, dan Sungai Teberau. Kemudian, di tempat itu didirikan Istana Alwatzikhoebillah dan di istana tersebut Raden Sulaiman dinobatkan sebagai sultan pertama Kesultanan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin.
Namun, Istana Alwatzikhoebillah yang terlihat sekarang ini, baru dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931-1943), sultan ke-15 Kesultanan Sambas. Pembangunan istana tersebut relatif singkat, yaitu dari tahun 1933 sampai tahun 1935. Konon, biayanya yang mencapai 65.000 gulden itu merupakan pinjaman dari Kesultanan Kutai Kartanegara.
Sejak bulan Februari 2008, pemangku Istana Alwatzikhoebillah dipercayakan kepada Pangeran Ratu M. Tarhan Winata Kesuma.
B. Kestimewaan
Kuno tapi terawat dengan baik. Hijau dan sejuk. Begitulah kira-kira kesan yang muncul ketika menginjakkan kaki di Istana Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas ini. Untuk memasuki area istana, pengunjung akan melewati dua buah gapura. Gapura pertama merupakan pintu gerbang untuk memasuki alun-alun dan sekaligus pembatas jalan umum dengan area istana, sedangkan gapura kedua membatasi alun-alun dengan halaman istana.
Dari gapura pertama, pengunjung dapat melihat betapa rapinya tata letak seluruh bangunannya. Di sebelah kanan alun-alun, pengunjung dapat melihat keanggunan Masjid Jami‘ Sultan Syafiuddin, masjid Kesultanan Sambas. Di bagian belakang alun-alun, pengunjung dapat melihat sebuah tiang seperti tiang kapal yang dikelilingi oleh tiga buah meriam dan disangga oleh empat tiang. Secara filosofis, tiga meriam tersebut melambangkan tiga buah sungai yang terdapat di sekitar istana yang harus selalu dijaga. Empat tiang penyangganya melambangkan empat menteri sebagai pembantu sultan. Sedangkan dua tiang penyangga yang terletak di sisi kiri dan kanan tiang itu melambangkan bahwa dalam menjalankan roda pemerintahannya sultan selalu didampingi oleh ulama dan khatib.
Dari gapura kedua, pengunjung dapat melihat tiga bangunan istana dengan dominasi warna kuning sebagai warna khas Melayu yang melambangkan kewibawaan dan keluhuran budi pekerti. Persis di sisi kanan dan kiri gapura kedua, terdapat dua balai pertemuan yang dahulunya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu kehormatan sebelum bertemu dengan sultan. Sekarang, dua balai pertemuan tersebut difungsikan sebagai tempat bedug.
Bangunan utama istana terletak di tengah-tengah dan memiliki ukuran paling besar. Di sayap kiri dan kanannya, terdapat bangunan pendukung yang terhubung langsung dengan bangunan utama istana. Bangunan sayap kiri dahulunya digunakan sebagai tempat untuk menjamu tamu-tamu kehormatan, sedangkan bangunan sayap kanan digunakan untuk mempersiapkan segala keperluan sultan dan keluarganya. Sekarang, bangunan sayap kiri tersebut digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda pusaka kesultanan.
Bagian dalam istana terdiri dari tiga ruangan, yaitu ruangan depan, tengah, dan belakang. Ruangan depan merupakan tempat singgasana sultan dan permaisuri. Di sini, pengunjung dapat melihat foto-foto para sultan dan pakaian kebesaran kesultanan. Ruangan tengah terdiri dari empat kamar yang dahulunya merupakan kamar sultan dan keluarganya. Di ruangan ini, pengunjung dapat melihat foto-foto sultan bersama keluarganya, tamu-tamu kehormatan, dan acara-acara kesultanan. Sedangkan ruangan belakang yang berukuran paling kecil, terlihat kosong.
Selain itu, pengunjung dapat melihat bekas kolam pemandian keluarga sultan di samping kanan istana dan rumah kediaman keluarga sultan yang berada di belakang istana.
Pada sore hari, pengunjung akan berdecak kagum melihat pesona istana ini yang eksotik, apalagi dilihat dari atas perahu yang berjalan perlahan-lahan di atas Sungai Sambas Kecil.
C. Lokasi
Istana Alwatzikhoebillah terletak di Desa Dalam Kaum, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
D. Akses
Kabupaten Sambas berjarak sekitar 225 kilometer di sebelah utara dari Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Dari Pontianak, pengunjung dapat naik bus sampai Sambas dengan waktu tempuh sekitar lima jam. Dari pusat Kota Sambas, pengunjung dapat naik bus atau minibus menuju Istana Alwatzikhoebillah.
E. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di sekitar kawasan Istana Alwatzikhoebillah, terdapat berbagai fasilitas, seperti masjid, warung makan, pramuwisata, kios wartel, voucher isi ulang pulsa, sentra oleh-oleh dan cenderamata, serta persewaan sampan dan speed boat untuk mengelilingi kawasan istana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar