Kamis, 16 Juni 2011

Monumen Makam Joang Mandor


Makam Joang Mandor itu berbentuk –karung- yang terselungkup dengan ketinggian 8 M lebar 3 M.
Agar penampilannya seperti rajutan atau anyaman karung terbuat dari daun pandan atau daun nipah maka di monumen dipergunakan marmer dari Citatah Jawa Barat.
Di bawah Monumen tersimpan kerangka jenazah yang diambil dari salah satu makam berdasarkan petunjuk Pak Samad orang yang setia menjaga dan memelihara komplek makam Mandor. Pengambilan rangkaan jenazah itupun dilakukan malam Jumat jam 12 dengan syarat yang mengambilnya hanya Pak Samad dan Penulis. Karena syarat itu disampaikan langsung pada Bapak Gubernur maka penulis tidak bisa menolak walaupun cemas juga bukan karena dingin atau gelap serta sepi, tapi di kuburan.
Di atas penutup kerangka jenazah di bawah monumen terletak sebuah prasasti sebagai ungkapan pesan para korban pada generasi penerusnya.
Untuk membuat kata-kata di prasasti itu diajukan penulis pada Bapak Gubernur beberapa konsep alternatif antara lain sebagai berikut:

1.Tulang belulangku sebagai bukti bahwa penjajahan itu sangat kejam oleh karenanya pertahankanlah tanah airmu.

2.Kupersembahkan makam Joang bagimu untuk mengenang jasa dalam menentang penjajahan di Kal-Bar Th 1942- 1945.

3.Jiwa ragaku telah kukorbankan demi untuk kesejahteraan generasi yang akan datang.

4.Tidak cukup sekedar anda kenang –tapi kuharap anda teruskan semangat joangmu-untuk memerangi segala bentuk penjajahan.


Selanjutnya dibangun tembok relief di kiri kanan monumen yang menceritakan peristiwa yang pernah terjadi diawali pendaratan angkatan laut Jepang di Pemangkat atau Tanjung Batu diteruskan pertemuan-pertemuan para tokoh-tokoh Kalbar dilanjutkan penangkapan serta diakhiri pembunuhan yang sadis dalam lobang yang besar untuk puluhan bahkan ratusan orang. Pemahatnya secara khusus didatangkan Gubernur dari Jogya karena di daerah pada waktu itu belum ada tenaga ahlinya.
Rencana pada waktu itu di belakang tembok relief akan dipahat nama-nama para korban seperti monumen di beberapa tempat seperti di Washington.DC. digrafir pada temboknya nama-nama tentara Amerika yang mati pada perang Vietnam.
Tapi sayangnya nama-nama itu belum lengkap oleh karenanya nanti akan ditempelkan saja nama-nama yang telah digrafir itu dan sampai sekarang rencana itu belum terlaksana.
Ketinggian Plaza untuk upacara ditiggikan dengan ketinggian 1.20 M untuk terkesan Munomental
Berdsarkan penataan kawasan Makam Joang Mandor yang dibuat sesuai petunjuk Gubernur Kadarusno pada waktu itu Danau yang ada di depan Makam ketinggian airnya dipertahankan permukaanya dan dilepaskan itik dan angsa berenang serta para pengunjung dapat naik sampan untuk rekreasi.
Di pinggir dibangun Pendopo atau Kopel tempat pengunjung istirahat. Di belakang antara monumen dan makam pertama yang jaraknya sekitar 500 m dibangun landasan helikopter serta semua makam akan dipugar dengan arsitektur khas daerah.
Makam Paha Demang Kunin

Makam ini terletak diantara Lawang Siti dan Dusun Seladan dalam sungai Sekadau, jika menggunakan kendaraan roda dua dapat dilewati melalui Jalan Sintang Km 4 masuk ke lokasi kurang lebih dua Km. Sudah tidak asing lagi sebagian masyarakat Sekadau yang namanya “MAKAM PAHA DEMANG KUNIN” menurut cerita yang kami himpun dari tetua/sesepuh yang dapat dipercaya. Bahwa makam yang usianya ratusan tahun ini hanya terbuat dari batu biasa, setelah di ilhami melalui mimpi beberapa orang, ternyata itu adalah Kuburan Paha Inik Kamonink.Makam tersebut panjangnya 3 meter lebih. Untuk melestarikan bukti sejarah tersebut, maka kurang lebih 15 tahun yang lalu direnovasi kembali oleh penduduk Desa Mungguk “Hasan Dego” dengan menggunakan semen. Pada zaman dahulu, makam ini sering dikunjungi oleh orang-orang yang mempunyai maksud tertentu, dan tak sedikit temuan-temuan ganjil/aneh sebagai cerita pribadi orang yang apabila kebetulan melewati makam ini dimalam hari terutama melewati jalur sungai, karena letaknya tidak jauh dari pantai sungai Sekadau.
Goa Lawang Kuari kabupaten sekadau

Kompleks gua ini berada di Desa Seberang Kapuas, Kecamalan Sekadau Hilir. Merupakan gua alam yang memiliki sejarah bagi kerajaan Sekadau yang merupakan tempat bertapa raja zaman kuno.

Gua ini berada di tebing Sungai Kapuas. Ada tiga gua berjejer (lubang). Konon katanya gua pertama paling kanan (hilir) milik sukuDayak, Bagian tengah milik suku Senganan (Melayu), dan bagian kiri (Hulu) milik suku China (Tionghoa).
Gua ini memiliki mitologi. Zaman dahulu pernah dipakai oleh Pangeran Agung dari Kerajaan Sekadau sebagai tempat bertapa. Walaupun rongga depan gua kecil tetapi bagi yang beruntung dapat masuk dengan mudah walau dengan merangkak terlebih dahulu waktu memasukinya. Di dalamnya luas serta tinggi dan terdapat danau di dalamnya. Lorong gua ini tembus sampai ke kota Tayan di Kabupaten Sanggau.
Vihara Budha Tri Dharma (Ji Gong House of Help)
Kota Singkawang

A. Selayang Pandang
Predikat sebagai “Kota Seribu Kuil” memang layak diberikan bagi Singkawang. Pasalnya, daerah dengan landscape perbukitan ini terkenal dengan banyaknya kuil Budha. Salah satu kuil tersebut bernama Vihara Budha Tri Dharma.
Vihara Budha Tri Dharma (Ji Gong House of Help) atau biasa disebut sebagai Vihara Cikung merupakan vihara terbesar di Kabupaten Singkawang. Vihana ini terletak di daerah perbukitan di Jalan Sagatani.
Kemegahan Vihara Budha Tri Dharma langsung terasa begitu kita memasuki pintu gerbang. Warna merah, biru, dan keemasan menjadi warna dominan di vihara ini. Selain besarnya bangunan vihara, keberadaan Panti Wreda “Sinar Abadi” semakin mengukuhkan bahwa fungsi vihara ini tidak semata-mata sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai media pelayanan kemanusiaan.
Menurut pengurus vihara, bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 1999. Awalnya, vihara ini hanya mempunyai satu lantai, tetapi pada tahun 2000, vihara ini mengalami renovasi hingga bertingkat tiga.
Bangunan lantai satu Vihara Budha Tri Dharma dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian depan dan belakang. Di bagian depan terdapat patung Budha Cikung dalam pose berdiri dengan tinggi sekitar 2 meter. Di depan Patung Budha Cikung terdapat air mancur mini yang telah diberkati oleh Budha Cikung. Di sekeliling air mancur dibatasi dengan tempat yang menyerupai bentuk belanga yang terbuat dari semen dengan diameter sekitar 1 meter. Para pengunjung diperbolehkan untuk mengambil airnya untuk diminum. Di sebelah kanan Patung Budha Cikung terdapat bedug besar dengan diameter sekitar 1,5 meter. Membran bedug ini terbuat dari kulit sapi. Di sebelah kiri Patung Budha Cikung terdapat lonceng (genta) besar.
Bangunan lantai satu di bagian belakang diisi oleh Patung Sang Budha Gautama dengan ketinggian sekitar 2 meter. Di sekeliling Patung Budha terdapat berbagai patung dewa-dewi yang sesuai dengan kepercayaan umat Budha.
Memasuki lantai dua kita akan melihat sebuah Patung Budha Cikung dalam pose duduk dengan tinggi sekitar 2 meter. Di depan Patung Budha Cikung terdapat semacam teras bangunan. Di teras ini dibangun dua buah tiang dengan balutan patung naga sedang melilit tiang dan di puncak tiang terdapat Patung Sun Go Kong yang sedang mengangkat bola bercahaya (lampu). Di tengah-tengah tiang terdapat Patung Sun Go Kong dengan tinggi sekitar 2 meter.
Memasuki lantai tiga, kita akan menemukan Patung Budha Cikung dengan ukuran lebih kecil dibandingkan dengan patung yang sama yang ada di lantai satu dan dua. Di ruangan yang sama, terdapat pula Patung Budha yang terletak di depan Patung Budha Cikung. Hanya saja, Patung Budha di lantai tiga ini ukurannya jauh lebih kecil daripada Patung Budha yang berada di lantai satu. Selain Patung Budha Cikung dan Patung Budha, lantai ini juga dipenuhi dengan berbagai patung dewa-dewi dalam kepercayaan umat Budha. Patung-patung tersebut berjajar rapi di sekeliling ruangan. Keseluruhan patung di Vihara Budha Tri Dharma dicat dengan warna keemasan.
B. Keistimewaan
Vihara Budha Tri Dharma adalah vihara terbesar di Singkawang. Vihara ini dibangun di tanah dengan luas sekitar 500 m². Bangunan yang bertingkat tiga ini didominasi dengan warna merah menyala.
Kemegahan Vihara Budha Tri Dharma juga terlihat dari ditempatkannya beberapa patung dengan ukuran raksasa setinggi 2 meter. Misalnya saja patung Sang Budha, Budha Cikung di lantai satu, dan patung Sun Go Kong di lantai dua.
C. Lokasi
Vihara Budha Tri Dharma atau Vihara Cikung merupakan sebuah vihara yang terletak di Jalan Sagatani (Sin Nam), Kelurahan Sijangkung, Kecamatan Singkawang Selatan, Kota Singkawang, Kalimantan Barat.
D. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut tiket untuk berkunjung ke Vihara Budha Tri Dharma. Hanya saja pengunjung diharapkan memberikan sumbangan sekadarnya bagi pengelola vihara.
E. Akses
Perjalanan ke Vihara Tri Dharma dapat ditempuh dengan mobil dalam tempo sekitar 20 menit dari pusat Kota Singkawang.
F. Fasilitas dan Akomodasi Lainnya
Bagi para pengunjung yang ingin mengenal lebih dekat tentang agama Budha atau Vihara Budha Tri Dharma, pengelola menyediakan sejumlah buku secara cuma-cuma. Pengunjung juga bisa menggali informasi lebih jauh tentang Vihara Budha Tri Dharma dengan cara menanyakan kepada pengelola vihara yang juga berperan sebagai pemandu selama mengunjungi di Vihara Budha Tri Dharma.
Selain pemandu, pengunjung juga bisa “berebut berkah” dengan meminum air yang telah diberkahi oleh Budha Cikung. Menurut penuturan pengelola Vihara Budha Tri Dharma, air ini bisa menyembuhkan penyakit atau memperpanjang usia.
Vihara Cikung tidak hanya dijadikan tempat beribadah umat Budha. Vihara ini juga sekaligus dijadikan sebagai Panti Wreda “Sinar Abadi”. Baik Vihara Cikung maupun Panti Wreda “Sinar Abadi” berada di bawah Yayasan Dharma Budha Cikung.
Istana Amantubillah
Kabupaten Pontianak

A. Selayang Pandang
Istana Amantubillah adalah nama istana dari Kesultanan Mempawah di Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Kata amantubillah berasal dari bahasa Arab yang berarti “aku beriman kepada Allah”. Nama istana tersebut mencerminkan bahwa sultan dan masyarakat Kesultanan Mempawah sangat percaya kepada Allah dan sekaligus melambangkan betapa kuatnya ajaran agama Islam terpatri pada setiap diri orang Melayu.
Kesultanan Mempawah mulai dikenal pascakedatangan rombongan Opu Daeng Menambun dari Kerajaan Matan, Tanjungpura, ke Sebukit Rama, Mempawah—lokasi Istana Amantubillah yang sekarang, sekitar tahun 1737 M. Eksistensinya kian diperhitungkan di kancah internasional setelah Opu Daeng Menambun dengan gelar Pangeran Mas Surya Negara naik tahta menggantikan Sultan Senggauk pada tahun 1740 M. Apalagi pada masa pemerintahannya, Habib Husein Alkadri, mantan hakim agama di Kerajaan Matan, pindah ke Kesultanan Mempawah. Maka, orang pun kemudian berbondong-bondong datang ke Mempawah tidak hanya untuk melakukan kontak dagang atau kontrak politik, tapi juga untuk mempelajari dan mendalami agama Islam.
Istana Amantubillah sesungguhnya baru didirikan sekitar tahun 1761 M oleh Panembahan Adi Wijaya Kesuma, sultan ke-3 Kesultanan Mempawah. Namun apa hendak dikata, pada tahun 1880 M istana tersebut terbakar. Peristiwa itu terjadi pada masa pemerintahan Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiuddin, sultan ke-9. Istana yang terlihat sekarang ini baru dibangun pada tahun 1922, ketika Gusti Taufik yang bergelar Panembahan Muhammad Taufik Akkamuddin, sultan ke-11, naik tahta.
Terhitung sejak tanggal 12 Agustus 2002, tampuk kepemimpinan Kesultanan Mempawah dipercayakan kepada Pangeran Ratu Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim, sebagai sultan ke-13.
B. Keistimewaan
Sejuk dan artistik. Begitulah kira-kira kesan yang muncul ketika mengunjungi Istana Amantubillah. Rumputnya yang hijau, pepohonan palem yang berjajar rapi, serta berbagai jenis bunga yang tertata dengan baik kian menguatkan kesan tersebut. Apalagi kondisi fisik bangunan istana yang didominasi warna hijau muda tersebut masih terlihat bagus dengan dukungan ornamen-ornamen khas Melayu.
Di halaman istana, pengunjung dapat melihat alun-alun yang berumput hijau dan Masjid Jami‘atul Khair, masjid Kesultanan Mempawah, yang berdiri anggun.
Bangunan Istana Amantubillah terdiri dari tiga bagian. Bangunan utamanya terletak di tengah-tengah, sedangkan bangunan pendukungnya berada di sayap kanan dan kiri. Bangunan utama ini dahulunya merupakan tempat singgasana sultan dan permaisuri, serta tempat tinggal sultan beserta keluarganya. Di ruangan ini pengunjung dapat melihat foto-foto sultan beserta keluarganya, keris, busana kebesaran, dan payung kerajaan. Bangunan sayap kanan istana dahulunya digunakan sebagai tempat mempersiapkan keperluan dan tempat jamuan makan keluarga istana. Sekarang, bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat tinggal kerabat istana. Sedangkan bangunan sayap kiri istana difungsikan sebagai pendopo istana. Bangunan tersebut dahulunya digunakan sebagai aula dan tempat mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan.
Di kompleks istana, pengunjung dapat melihat kolam bekas pemandian sultan beserta keluarganya. Sayang, kolam pemandian tersebut tidak berfungsi lagi, karena pendangkalan dan tertutupnya saluran air yang menghubungkan kolam tersebut dengan anak Sungai Mempawah.
Selain itu, pengunjung juga masih dapat melihat bekas tempat peristirahatan dan tempat bersantai (gazebo) sultan beserta keluarganya.
C. Lokasi
Istana Amantubillah terletak di Kelurahan Pulau Pedalaman, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
D. Akses
Kota Mempawah berjarak sekitar 67 kilometer di sebelah utara Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Dari Bandara Supadio atau Terminal Bus Pontianak, pengunjung dapat naik taksi, travel, dan bus sampai Kota Mempawah, ibu kota Kabupaten Pontianak. Dari Kota Mempawah, Istana Amantubillah berjarak sekitar 10 kilometer dengan waktu tempuh sekitar dua jam. Pengunjung dapat mengakses istana yang berada di sekitar kawasan Sebukit Rama tersebut dengan menggunakan bus atau minibus.
E. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di sekitar Istana Amantubillah terdapat fasilitas, seperti masjid, tempat penginapan, warung makan, dan kios wartel. Di samping itu, jalan menuju istana ini sudah beraspal mulus, sehingga memudahkan pengunjung yang menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat untuk mengaksesnya.
Rumah Adat Melayu Ketapang
Kabupaten Ketapang


A. Selayang Pandang
Ketapang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat yang menyimpan banyak potensi wisata. Selain pantai, keraton, dan makam, di Ketapang juga berdiri Rumah Adat Melayu sebagai salah satu obyek wisata minat khusus.
Dilihat secara fisik, Rumah Adat Melayu Ketapang terdiri dari tiga bangunan utama, yaitu bangunan induk yang berukuran 20 x 30 meter, bangunan Balai Rung Sari yang berukuran 9 x 15 meter dan Balai Peranginan yang berukuran 6 x 30 meter. Ketiga bangunan tersebut didirikan di atas tanah seluas 2 hektar.
Rumah Adat Melayu Ketapang adalah saksi bisu sejarah perkembangan kebudayaan Melayu. Di tempat inilah, pada tanggal 29 Mei 2009 dilakukan pendeklarasian dan pelantikan pengurus Lembaga Adat Melayu Serantau (LAMS).
Rumah Adat Melayu Ketapang didirikan dengan tujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang ada dan sekaligus untuk menghidupkan kembali nilai-nilai adat budaya Melayu Ketapang. Selain itu, tujuan dari dibangunnya Rumah Adat Melayu Ketapang ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada generasi muda tentang adat budaya Melayu Ketapang yang sebenarnya.
Tujuan tersebut memiliki dua sisi, yaitu sisi budaya dan pariwisata. Dilihat dari sisi budaya, upaya untuk melestarikan dan memberikan pengetahuan kepada generasi muda praktis bisa tercapai dengan dibangunnya Rumah adat Melayu Ketapang yang mencirikan arsitektur Melayu Islam.
Dari sisi pariwisata, Rumah Adat Melayu Ketapang menawarkan daya tarik sebagai tujuan wisata di Kabupaten Ketapang. Buktinya, banyak anak muda yang berkunjung ke tempat ini. Selain menikmati keindahan panorama dan kemegahan Rumah Adat Melayu Ketapang, banyak anak muda yang memanfaatkan tanah di sekitar Rumah Adat Melayu Ketapang untuk menyalurkan hobi mereka.
Beberapa sarana olahraga akhirnya dibangun di tempat ini. Sebut saja lapangan voli dan tempat pembuatan sekaligus penyimpanan (garasi) sampan yang biasanya digunakan untuk lomba sampan.
B. Keistimewaan
Rumah Adat Melayu Ketapang dibangun dengan bahan baku dari kayu belian (ulin). Kayu-kayu ini didatangkan dari HPH “Alas Kusuma”. Selain tiang penyangga rumah dan tangga, seluruh lantai serta dindingnya dibuat dengan menggunakan kayu belian.
Rumah Adat Melayu Ketapang ini disangga dengan fondasi yang terbuat dari kayu belian. Fondasi dasar dibuat dengan kayu ulin sebanyak 180 batang dengan ukuran 20 x 20 cm dan tinggi 1 meter. Fondasi tersebut kemudian ditimbun dengan pasir yang dipompa dari sungai Pawan. Hal ini diperlukan karena lokasi tempat Rumah Adat Melayu Ketapang dibangun ini dulunya adalah rawa-rawa sehingga diperlukan proses pemadatan tanah.
Fondasi kedua juga terbuat dari kayu belian dengan ukuran yang sama dengan tinggi 2 m. Fondasi kedua ditutup dengan papan kayu belian, kemudian baru dibangun tiang-tiang untuk menyangga dinding dan atap bangunan.
C. Lokasi
Rumah Adat Melayu Ketapang terletak di Kelurahan Mulia Baru, Kecamatan Delta Pawan, kira-kira 2 km dari pusat kota Ketapang.
D. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya (gratis).
E. Akses
Pengunjung yang akan menikmati obyek wisata berupa Rumah Adat Melayu Ketapang dapat menempuh perjalanan dengan menggunakan kendaraan beroda 4 atau 2 dengan waktu tempuh sekitar 10 menit dari kota Ketapang.
F. Fasilitas dan Akomodasi Lainnya
Rumah Adat Melayu Ketapang menyediakan panorama yang eksotis. Rumah yang terletak di pinggir sungai Pawan ini memberikan pandangan langsung ke arah sungai yang sedap dipandang.
Bagi para pengunjung yang datang secara rombongan, menggunakan mobil pribadi, maupun motor, di Rumah Adat Melayu Ketapang disediakan halaman (untuk parkir) yang sangat luas. Selain itu, akses menuju lokasi juga telah dibuatkan jalan yang mulus beraspal.
Bagi para pengunjung yang ingin mendapatkan pengalaman wisata air, di sekitar Rumah Adat Melayu Ketapang juga dibangun sebuah dermaga kecil untuk duduk-duduk sambil menikmati keindahan sungai Pawan.
Selain itu, beberapa sarana olahraga juga dibangun di sekitar Rumah Adat Melayu Ketapang, seperti lapangan voli. Bahkan, tak jauh dari Rumah Adat Melayu Ketapang juga dibangun sebuah bengkel untuk membuat dan memperbaiki sekaligus sebagai tempat penyimpanan (garasi) sampan. Sampan inilah yang biasanya dipakai dalam beberapa perlombaan sampan tradisional.
Rumah Melayu Kalimatan Barat
Kota Pontianak


A. Selayang Pandang
Pada tanggal 17 Mei 2003, tiang pertama Rumah Melayu Kalimantan Barat (Kalbar) ditancapkan. Dalam sambutannya, Gubernur Kalimantan Barat, Usman Ja‘far, menyampaikan petuah dan segunung harapan. Dua tahun kemudian, 9 November 2005, rumah idaman orang Melayu dan simbol kejayaan tamaddun Melayu di bumi Borneo itu diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla.
Ada kebanggaan yang terpatri dan setumpuk harapan sejak rumah Melayu ini diresmikan. Mulai gagasan menjadikannya sebagai "Center of the Malay Culture" atau pusat kebudayaan Melayu di daerah Kalimantan Barat, hingga harapan mampu menjadi objek wisata andalan, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Memang, harapan di atas tidak terlampau berlebihan, setidaknya jika kita melihat kemegahan bangunan hasil rekagrafis Ir. Ari Januarif ini. Jika rumah ini dianggap sebagai representasi rumah Melayu, mungkin kita tak bisa memikirkan rumah Melayu mana yang semegah dan semewah ini. Bahkan jauh lebih besar dan megah dibanding dengan istana-istana kerajaan Melayu di Kalbar, seperti Istana Kadriah di Pontianak, Istana Amantubillah di Mempawah, maupun Istana Al Watzikubillah di Sambas.
Sejak diresmikan, Rumah Melayu Kalimantan Barat ini telah dikunjungi banyak wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Selain itu, setiap event penting terkait dengan cita-cita mengabadikan kejayaan tamaddun Melayu juga diselenggarakan di rumah ini, misalnya sebagai tempat musyawarah Majlis Adat Budaya Melayu (MABM), pameran-pameran kebudayaan Melayu, dan lain-lain.
B. Keistimewaan
Keistimewaan yang paling tampak dari bangunan Rumah Melayu Kalbar adalah kemegahan arsitektur dan kelengkapan fasilitas-fasilitas yang dimilikinya. Bahan bangunannya terbuat dari kayu pilihan, aulanya luas, lantainya licin dan mengkilap, panggungnya besar dan kokoh, serta lampu hiasnya yang nampak indah. Rumah ini memang memiliki hampir semua syarat untuk dapat menjadi sebuah pusat kebudayaan. Bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1,4 hektar ini terdiri atas 7 bagian bangunan, yaitu: Balairung (tempat pameran dan pertemuan), Balai Kerja (sekretariat pertemuan), Balai Rakyat (taman bermain dan kios penjualan), Balai Pustaka (tempat kajian budaya dan perpustakaan), Balai Budaya (ruang pertemuan, sanggar tertutup, dan ruang pengelola), Panggung Terbuka (ruang persidangan, amphitheatre, dan gudang), serta Pesanggrahan (penginapan, pertemuan, klinik kesehatan, dan tempat pelatihan).
Meskipun terlihat sangat modern, rumah Melayu ini tetap mengakomodir gaya arsitektur rumah-rumah Melayu di Kalimantan Barat pada umumnya, yaitu berbentuk rumah panggung, memiliki teras yang luas, dan memiliki tangga yang banyak. Bentuk panggung dengan tangga yang tinggi dan banyak bukan tanpa alasan. Dalam wilayah yang beriklim tropis, kolong di bawah panggung dimaksudkan sebagai penyerap panas agar tidak langsung naik ke rumah.
Atap bangunan rumah Melayu di Kalimantan Barat diduga mendapat pengaruh dari bentuk atap bangunan di Jawa. Model atap segitiga ini memiliki derajat ketinggian maksimal 30 derajat, dimaksudkan agar udara panas terperangkap ke bawah atap lebih dulu dan tidak langsung mencapai bagian dalam rumah. Kolong tinggi di bagian bawah dan atap segitiga di bagian atas merupakan wujud keistimewaan arsitektur rumah Melayu dalam beradaptasi dengan iklim tropis. Hal ini adalah bagian dari kebijakan orang-orang Melayu zaman dulu, yang tidak hanya mementingkan bentuk, tetapi juga mempertimbangkan fungsi dari tiap-tiap bagian bangunan.
C. Lokasi
Rumah Melayu Kalimantan Barat terletak di Jl. Sutan Syahrir, Kota Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
D. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya alias gratis.
E. Akses
Rumah Melayu Kalimantan Barat tidak terlalu sulit untuk diakses. Dari Bandara Supodio, Pontianak, Kalimantan Barat, perjalanan berjarak sekitar 20 km atau membutuhkan waktu kurang lebih 25 menit dapat ditempuh dengan taksi atau menggunakan mobil sewaan.
F. Fasilitas dan Akomodasi Lainnya
Rumah Melayu Kalimantan Barat dilengkapi dengan fasilitas dan sarana akomodasi yang cukup lengkap, seperti penginapan, ruang pertemuan, perpustakaan, arena bermaian, dan area parkir yang luas. Tak jauh dari lokasi rumah Melayu ini, pengunjung juga dapat menjumpai sarana akomodasi dan fasilitas-fasilitas yang terbilang lengkap, seperti hotel, restoran, bank, ATM, SPBU, mal, dan lain-lain.